Minggu, 26 April 2009

Membaca Manuver Politik Amien Rais

Moh. Shofan
Peneliti Muda Yayasan Paramadina

Gerakan Ketua MPP PAN Amien Rais, akhir-akhir ini memicu tafsir politik yang tidak tunggal, terutama di lingkungan parta-partai politik. Gerakan itu dinilai sebagai upaya bargaining untuk menjadi cawapres Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Gerakan Amien ini cukup mengejutkan, pasalnya beberapa saat lalu, Amien masih terlihat ‘keras’ terhadap pemerintahan SBY. Masyarakat masih belum lupa, bahwa saat Amien berorasi dalam kampanye terbuka PAN di Alun-alun Selatan Yogyakarta, banyak melontarkan kritik terhadap pemerintahan SBY yang dinilainya gagal mengemban amanat menyejahterakan rakyat. Amien berharap akan ada tokoh yang mengusung perubahan sebenar-benarnya. Amien mengatakan ketika dirinya mendapat kapasitas itu, maka akan melakukan perubahan.

Namun, seperti banyak diberitakan oleh sejumlah media, Amien telah melakukan pertemuan dengan SBY di sebuah tempat di Jakarta beberapa hari pasca pemilu. Pertemuan itu kabarnya telah menghasilkan “deal” yang cukup penting. Manuver Amien ini semakin mendapat sorotan tajam, ketika beberapa waktu lalu, mengundang 33 Ketua DPW PAN se-Indonesia di kediamannya Pandean Sari, Condongcatur, Depok, Sleman,Yogyakarta. Dalam pertemuan yang dihadiri sebanyak 28 DPW PAN, Amien memastikan bahwa parpol yang didirikannya itu akan bergabung dalam koalisi Partai Demokrat dan mendukung pencapresan SBY dan menempatkan Hatta Rajasa sebagai wapresnya. Menarik sekali, karena dalam pertemuan itu Ketua Umum PAN Soetrisno Bachir tidak tampak hadir. Langkah Amien tersebut menyiratkan bahwa memang ada perbedaan sikap politik dengan Soetrisno Bachir dalam menentukan koalisi pilpres mendatang. Di sini, tampak sekali bahwa langkah Amien ini dinilai sebagai langkah kontra produktif dalam mencitrakan PAN sebagai partai yang solid.

Memang, Amien dikenal sebagai tokoh yang piawai sekaligus kontroversial. Kepiawaiannya dalam menggalang kekuatan politik tidak diragukan lagi. Amien juga kontroversial dalam setiap pernyataannya soal masalah Tambang di Busang juga Freeport, (1997). Dengan angka-angka yang amat gamblang Amien membongkar ketidakadilan kontrak-karya di Busang dan Freeport. Sikap kritis Amien yang pro rakyat dan sebaliknya dengan berani menghantam rezim Soeharto, telah melambungkan nama Amien menjadi pahlawan baru. Berbagai manuver politik Amien bisa mendorong terjadinya pergeseran arus besar perjalanan politik nasional. Strategi Amien yang “masuk ke tengah, lalu turun ke bawah dan menyebar” adalah ancaman bagi lawan politiknya. Amien tidak sekadar menjadi tokoh perkotaan, tetapi juga dikenal di lapisan bawah pedesaaan. Sosok Amien di mata rakyat Indonesia dipandang dengan berbagai persepsi. Ada yang memandang dirinya sebagai sosok yang ambisius, tetapi ada juga yang memandangnya sebagai sosok yang berani, sehingga dengan keberaniannya itu, ia mendapat julukan "Orang Solo yang berwatak Batak". Namun, harus diakui bahwa betapa pun kontraversialnya, sosok Amien Rais akan turut menentukan arah bangsa Indonesia.

Ketika Partai Amanat Nasional (PAN) yang dipimpinnya, hanya mendapat tujuh persen suara pada Pemilu 1999, Amien mampu menjadi king maker pentas politik nasional dan menjadi Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) bahkan nyaris pula jadi presiden pada SU-MPR 1. Kini, Amien menyadari bahwa perolehan suara PAN pada Pemilu 2009, ternyata di luar perhitungan banyak pihak. Hasil rekapitulasi suara Komisi Pemilihan Umum (KPU), hingga Minggu (19/4), menempatkan PAN pada posisi kelima dengan raihan 6,27% total suara. Perolehan ini masih jauh lebih baik ketimbang PKB, PPP, dan PBB yang melorot drastis. Perolehan jumlah suara PAN yang tidak signifikan tersebut, telah mendorong Amien berkoalisi dengan Demokrat. Boleh jadi bahwa Amien meyakini SBY akan memilih politisi PAN sebagai cawapresnya. Bagi Amien, PAN harus lebih jeli dalam membangun arah koalisi. Keputusan yang diambil harus tepat dan pas demi kepentingan PAN ke depannya. Inilah langkah Amien, di saat PAN terlena dengan koalisi antar partai, dia justru mengingatkan agar PAN tidak berkoalisi dengan partai yang sebelumnya pernah jadi antek-antek Orde Baru. Amien menjadi bayang-bayang yang siap menjadi ancaman dari partai yang berbau Orde Baru. Tak susah menebak ke mana arah tudingan Amien: Prabowo dan Wiranto. Namun, sebagai sebuah partai yang memiliki identitas, langkah Amien tentu juga bisa merugikan PAN yang mestinya lebih mengedepankan kepentingan ideologi, platform, ketimbang kepentingan realistik pragmatis.

Pertanyaannya adalah apakah manuver Amien akan membuahkan hasil maksimal, tentu akan sangat bergantung pada SBY yang saat ini sedang jauh di atas angin. SBY tanpa kesulitan mencari figur cawapres dengan tingkat dukungan yang bersifat komplementer. Dan, itu bisa dengan siapa saja, termasuk dengan Amien. Peluang Amien sendiri untuk menjadi cawapres SBY akan semakin terbuka lebar pasca perceraian Partai Demokrat dan Partai Golkar. Terlebih Partai Demokrat, menegaskan tak akan memilih kader Golkar sebagai wapres untuk menghindari komplikasi politik. Sikap Demokrat itu sekaligus menjawab peluang Akbar Tanjung yang semula dianggap kuat untuk dipasangkan dengan SBY justru dengan sendirinya pupus. Melihat peta politik yang semakin tak menentu, Amien dengan cepat menangkap itu sebagai peluang. Bagaimana langkah Amien memanfaatkan peluang? Akankah ijtihad politiknya, langkah politiknya mampu menjadi magnet bagi partai lain? Atau, menjelma menjadi kuda hitam yang membahayakan posisi lawan?

Tidak ada komentar: